Monday, September 15, 2014

Menyusur Amsterdam

Balai Pertemuan Negeri Adat Di salah satu negeri Pulau Ambon

Di belakang saya merupakan Desa negeri Lima Yang rusak 
           
 Sabtu pagi bergegas, berkumpul kembali dalam rangka melaksanakan tugas mulia anak muda JEJALAN,,, hahahaha. Kali ini kita akan menelusuri Pulau Ambon Sebelah barat serta satu jejak sejarah zaman kolonialisasi belanda di pulau ambon, Kaitetu, Maluku. Perjalanan kali ini akan menelusuri sebelah barat pulau Ambon. Dimulai dari kota Ambon, menyusur sepanjang pesisir pulau melewati Negeri-negeri pesisir Ambon, Passo, Waiheru, Wayame, Laha, Alang, Ureng, termasuk melewati negeri yang baru bertikai pada lebaran tahun 2014 kemarin, yaitu Negeri Seith yang rusak dibakar amuk massa dari negeri lima, serta negeri lima yang luluh lantah akibat bendungan Wai Ela yang bobol, menghancurkan desa tersebut rata dengan tanah. Sangat miris melihat keadaan kehidupan pasca bencana alam yang terjadi pada tahun 2013 kemarin. Kembali ke "laptop", perjalanan kali ini total melakukan perjalanan di sepanjang pesisir pantai,
 sehingga pantai-pantai yang indah menjadi pemandangan tepat Di sebelah kiri. Seperti biasa, pantai nan indah dan top, tak pernah bosan untuk dipandang. Cuaca cerah membuat laut kelihatan biru bersih. Beberapa kali, kami berhenti sekedar istirahat, mengembalikan energi. sambil menikmati pemandangan nyiur di pantai, serta karang kokoh di lautan.
Pesisir Pantai Asilulu



Kamera menjadi senjata utama, pengemban tugas dalam setiap misi. tempat-tempat yang kami lewati terbilang susah untuk diingat, yang penting menikmati perjalanan saja. Sebelum sampai ke Hila, Kaitetu lokasi benteng amsterdam, 
MOREA 
     kami singgah di beberapa tempat, salah satunya di Negeri Asilulu, yang mempunyai wisata satwa unik, yaitu Morea, sejenis belut yang ukurannya mencapai 1 Meter, dan diameter mencapai 10-15 cm. Morea hidup di sungai-sungai di Maluku, biasanya bersembunyi di bebatuan. Bagi saya yang terbilang baru melihat hewan ini, pasti akan terkejut. Sebelum ke tempat ini kami harus membeli ikan .Ikan ini digunakan untuk "memanggil" Morea tersebut. Cara nya ikan dicampur air, kemudian diremas. Air bercampur darah dan ikan menjadi umpan untuk menarik perhatian belut tersebut. Benar saja, Air beserta ikan yang menjadi umpan disiramkan ke sungai, tak lama kemudian muncul lah "lochness" maluku tersebut. Ada  beberapa Morea dengan agresif melawan arus sungai , hingga mendekati asal aroma amis ikan. Penduduk sekitar serasa hidup berdampingan dan merawat belut-belut tersebut. Selain menjadi daya tarik wisata, Morea juga menjadi pemasukan sampingan yang dapat menambah  pendapatan penduduk sekitar. Untuk melihat morea, hanya perlu membeli ikan mentah seharga 15 ribu rupiah, serta memberikan sumbangan sukarela ke kotak yang disediakan.

Lanjut ke Negeri Asilulu, Negeri pesisir muslim yang terkenal dengan batu suanggi-nya, batu ini berdiri tegak di terjang ombak lautan, berada sekitar 25 meter dari pesisir daratan. konon batu ini dianggap keramat oleh penduduk sekitar. Menurut penduduk sekitar, beberapa orang yang masuk ke dalam batu yang merupakan pulau kecil itu, tidak pernah kembali. Suanggi artinya setan" atau Hantu,
Batu Suanggi ( BELAKANG)

          Katanya sih,, orang tersebut dijebak oleh hantu di dalamnya. Begitulah, kepercayaan lokal, bagi saya yang penting pemandangannya yang bagus. Menghibur mata, mendecak kagum. Begitu juga batu layar yang berada Di Desa Larike, disebut batu layar karena bentuk batunya yang mirip layar dan berdiri tegak. begitulah penduduk  sekitar menyebutnya, objek wisata didaerah ini memang didominasi wisata alam pesisir yang  bagus.
Batu Layar
                        
        Akhirnya sampai ke Hila, kaitetu, jejak pendudukan Belanda, sebuah Gereja Tua (1659) dan benteng mengarah gagah ke lautan, menjadi benteng pertahanan bagi penjajah belanda pada masa itu. Sayangnya gereja tua tersebut sudah tidak asli lagi, gereja tersebut hanya merupakan rekonstruksi dari gereja aslinya. Gereja ini tidak luput dari amuk massa pada kerusuhan 1999. Tapi tak menjadi masalah, yang penting dapat melihat sekedar melihat sisa-sisa kejayaan Gospel(misionarisasi) dari 3 G kolonialisme. Didekat Gereja. kita dapat melihat benteng Amsterdam merupakan jejak peninggalan utama yang kami telusuri di pulau ini. Konstruksi beton dari benteng ini masih kokoh, namun lantai kayu dan tangganya sudah mulai rapuh, menurut saya benteng ini kurang dirawat, Padahal jejak kolonialisme belanda ini merupakan aset historis yang dapat menjadi tujuan wisata.
Benteng Amsterdam

Benteng Amsterdam yang dibangun oleh Gerard Demmer pada tahun 1642 masih terlihat kokoh di Desa Kaitetu, 60-70 kilometer di utara Kota Ambon, Maluku. Tujuh tahun kemudian, benteng itu diperbesar oleh Arnold de Vlaming van Ouds Hoorn dan mulai dioperasikan pada tahun 1656. Tak banyak informasi yang bisa dikumpulkan dari benteng berukuran kira-kira 40 x 50 meter tersebut. Hanya, ditilik dari luasnya, fungsi benteng itu tak begitu vital, mungkin sekadar ”pos penjagaan”. untung tempat ini masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini, karena situs seperti ini penting dan sangat bermakna bagi kita yang telah menjadi generasi penerus kemerdekaan indonesia. setidaknya menjadi refleksi bagi kita untuk tidak memberikan sedikit kesempatan untuk penjajahan. (Agustinus)
Bersama Ceman-Ceman
Para Tahanan Belanda di benteng Amsterdam.
Gereja Tua Hila

Negeri Lima Pasca Bencana Bendungan jebol

Para Perantau Di negeri AMBON

Ratu Timur Dari makassar  HAHAHA...

No comments:

Post a Comment