- Pengertian Haki, Ki, Atau Hki
Kekayaan
intelektual atau Hukum kekayaan intelektual ataupun disebut dengan Hukum Atas
Hak kekayaan Intelektual Atau HAKI merupakan perpaduan kata yang digunakan di
Indonesia untuk intellectual property rights atau geistiges gentium dalam bahasa jerman,
secara historis istilah hukum kekayaan intelektual digunakan pertama kalinya
pada tahun1790. Fitchie mengemukakan secara sederhana bahwa dalam suatu buku
terdapat hak atas milik dan properti intelektual yaitu terdapat pada isinya,
bukan semata-mata pada fisik buku itu. Hal ini menjelaskan bahwa dalam membuat
sebuah buku seorang pencipta atau penulis mengeluarkan energi untuk tenaga dan
pemikiran dalam waktu yang mungkin tidak singkat untuk menciptakan suatu karya
sebagai referensi untuk orang lain atas buah pemikirannya, dan hal tersebut
pantas untuk diapresiasi dengan sebuah nilai. Yaitu hak intelektual.
Hak
kekayaan intelektual tersebut merupakan kekayaan atas segala hasil cipta, rasa
dan karsa manusia, atau merupakan hasil produksi kecerdasan dari seseorang
pemikir seperti teknologi, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, desain,
dan segala karya yang bermanfaat tinggi dan berguna bagi semua manusia. Objek
yang diatur dalam Haki adalah karya yang timbul dan lahir atas kemampuan
manusia yang lahir dari kemampuan berpikir dan mengolah pengetahuan yang
dimilikinya hingga menjadi suatu karya yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
- Fungsi Haki
“Haki
dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi
intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh para pengusaha industri yang ingin maju
sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing
industri. Oleh karena itu karya temuan orang lain yang didaftarkan untuk dilindungi harus
dihormati dan dihargai. Di samping itu kesadaran mengenai Haki diharapkan akan
dapat menimbulkan motivasi dan dorongan agar seseorang terdorong untuk
berkreasi dan ber-inovasi di bidang produk dan teknologi produksi, serta
manajemen”[1]
- Perkembangan
Haki di Indonesia dan Dunia
Di
Indonesia sendiri. Hukum atas kekayaan intelektual sudah ada sejak zaman
pemerintahan colonial belanda yaitu pada tahun 1840.
Pemerintah belanda memperkenalkan undang-undang pertama itu mengenai
perlindungan HKI pada tahun 1844.
Selanjutnya, pemerintahan belanda mengundangkan undang-undang mengenai merk tahun 1885, undang-undang paten
pada tahun 1910, dan undang-undang cipta pada tahun 1912. Kemudian muncul lah lagi peraturan-peraturan
baru semenjak kemerdekaan Indonesia. Seperti undang-undang perangkat peraturan
nasional pertama mengatur tentang paten pada tahun1953 oleh kementerian
kehakiman RI sebagai berikut:
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991
28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004[2
Tonggak peraturan-peraturan mengenai haki di Indonesia saat ini.
Dapat disimpulkan bahwa undang-undang yang merupakan tonggak dari Hak kekayaan intelektual di Indonesia ada 7 yaitu:
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang- undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta), kemudian untuk saat ini yang menjadi dasar hukum hak cipta adalah UU no 19 Tahun 2002.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991
28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004[2
Tonggak peraturan-peraturan mengenai haki di Indonesia saat ini.
Dapat disimpulkan bahwa undang-undang yang merupakan tonggak dari Hak kekayaan intelektual di Indonesia ada 7 yaitu:
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang- undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta), kemudian untuk saat ini yang menjadi dasar hukum hak cipta adalah UU no 19 Tahun 2002.
”Hak
cipta menurut Direktorat Jenderal HKI yang tertuang dalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. [3]
Dimaksudkan
dengan pengumuman, di sini tercakup juga hak untuk menjual, memamerkan, mengedarkan
dan lain sebagainya dengan menggunakan alat apapun termasuk melalui media
internet sehingga ciptaan itu bisa dinikmati oleh orang lain. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu cptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dimaksudkan dengan
ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Perlindungan suatu ciptaan timbul
secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata.
Pendaftaran suatu ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban. Namun demikian
pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan
mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan
tersebut
2.
Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman. Perlindungan varietas tanaman adalah
perlindungan khusus yang diberikan oleh Negara terhadap varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang.
Hak Atas Rahasia Dagang, berdasarkan Buku
Panduan HKI adalah informasi yang tidak
diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai
ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang adalah meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di
bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum. Adapun cakupan hak yang bisa diperoleh para
pengrajin batik Imogiri Bantul tidak hanya satu hak saja, melainkan
pengrajin-pengrajin ini untuk satu produk yang mereka hasilkan sekaligus juga
bisa dilindungi dengan berbagai macam hak tersebut di atas.[4]
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri
Menurut penjelasan Direktorat Jenderal HKI dalam Buku Panduan HKI adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan
warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi
yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau
dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang,
komoditas industri, atau kerajinan tangan.[5]
Dari penjelasan Direktorat HKI ini dapat kita ketahui bahwa karya-karya
Perempuan pengrajin batik, dan Benda serta karya seni khas Indonesia dapat
dilindungi oleh hak desain industri. UU yang mengatur tentang desain industri
ini adalah UU No. 31 Tahun 200 tentang Desain Industri. Lingkup desain industri
yang mendapat perlindungan adalah: 1) desain industri baru; 2) tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, ketertiban umum, agama,
atau kesusilaan. Jangka waktu perlindungan terhadap hak desain industri adalah 10
tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. Subyek dari hak desain industri
ádalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
Secara khusus di bidang industri sejalan dengan perkembangan
undang-undang tersebut kita dapat melihat bahwa telah diatur dengan sedemikian
rupa suatu undang-undang yang berlandaskan Desain industri
merupakan suatu karya intelektual yang tanpa disadari sangat dekat dengan
kebutuhan manusia sehari-hari untuk melengkapi hidupnya. Desain industri
sebagai salah satu wujud karya intelektual mempunyai peranan penting dalam
kehidupan perekonomian terutama perindustrian di Negara Republik Indonesia.
Dalam kegiatan industri, desain indutri dikenal dengan sebuah desain dari suatu
produk yang akan diproduksi, sehingga disebut juga dengan desain produk
industri. Karena merupakan suatu hak kekayaan intelektual, maka desain industri
ini dilindungi oleh negara sejak adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri. meski dilindungi, namun masih saja terdapat pelanggaran
terhadap desain industri, sehingga terjadilah sengketa antara pendesain yang
satu dengan pendesain yang lain, sehingga mengakibatkan pembatalan pendaftaran
desain industri di Dirjen HKI. Permasalahan yang terjadi mengenai Undang-Undang
Desain Industri, apakah telah melindungi para pemilik desain atau tidak, dan
juga tentang upaya Dirjen HKI dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi.
5.
Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
A. Desain Tata Letak: Karya intelektual
berupa rancangan peletakan tiga dimensi dan berbagai komponen
sekurang-kurangnya satu dari komponen tersebut adalah komponen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan dalam suatu sirkuit terpadu. Dan
peletakan tiga dimesi tersebut dimaksudkan untuk pembuatan sirkuit terpadu.
B. Sirkuit Terpadu: Suatu produk dalam bentuk
jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai komponen dan
sekurang-kurangnya satu dari komponen tersebut adalah komponen aktif yang
sebagian atau seluruhnya berkaitan, serta dibentuk secara terpadu dalam sebuah
bahan semikonduktor dan pembuatan benda tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan
fungsi elektronik.
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten (UU Paten)
Menurut
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1.
“Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.”[6]
Sementara
itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga
menurut undang-undang tersebut, adalah (UU 14 tahun 2001, Pasal 1, ayat 2 dan ayat 3)
“Invensi adalah
ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses”.
Inventor adalah
seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi”. [7]
Kata
paten, berasal dari bahasa inggris patent,
yang awalnya berasal dari kata patere yang
berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari
istilah letters patent, yaitu
surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada
individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri,
konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan
masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode
tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan
invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
B.
Subjek yang dapat dipatenkan
Secara
umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses,
mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma,
metode bisnis,
sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin
mencakup alat dan aparatus.
Barang
yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi
materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Khusus Sel
puncak embrionik manusia (human
embryonic stem atau hES) tidak bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Kebenaran
matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan
kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika
Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa). Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode
bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat dalam
beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk software dan metode bisnis,
sementara di Eropa, software dianggap
tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten
dapat berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan
rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik,
termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan
dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika
Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat
pertentangan dalam prakteknya. Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib membagi
pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada tahun
1994, The American Medical Association
(AMA) House of Delegates mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi paten
ini.
Di
Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah
diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga
sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan
untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun.
Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum
dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran
dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan
mendapat perlindungan paten, yaitu proses/ produk yang pelaksanaannya
bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau
kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang
matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad
renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali
proses non-biologis atau proses mikro-biologis. [8]
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek
Merk
adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna,
kombinasi dan unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
PENUTUP
Kesimpulan
Undang-undang tersebut merupakan produk hukum yang pada dasarnya merupakan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi terhadap keberadaaan atas hak milik intelektual seseorang. Untuk saat ini dengan semakin tingginya zaman dan perkembangan intelektual yang semakin merata masyarakat berlomba-lomba untuk berkarya atas pemikiran- pemikiran mereka. Oleh karena itu Undang-undang berperan penting dalam melindungi dan mengakomodasi terhadap kepastian hukum atas karya-karya yang pantas diapresiasi oleh setiap orang. Dengan adanya kepastian Hukum dari undang-undang tersebut maka masyarakat awam, ilmuwan, serta Pihak-pihak yang berkeinginan untuk memberi Pemikiran dalam bentuk temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi manusia akan semakin bergairah dan memberi dampak yang luas.
Daftar Pustaka.
PENUTUP
Kesimpulan
Undang-undang tersebut merupakan produk hukum yang pada dasarnya merupakan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi terhadap keberadaaan atas hak milik intelektual seseorang. Untuk saat ini dengan semakin tingginya zaman dan perkembangan intelektual yang semakin merata masyarakat berlomba-lomba untuk berkarya atas pemikiran- pemikiran mereka. Oleh karena itu Undang-undang berperan penting dalam melindungi dan mengakomodasi terhadap kepastian hukum atas karya-karya yang pantas diapresiasi oleh setiap orang. Dengan adanya kepastian Hukum dari undang-undang tersebut maka masyarakat awam, ilmuwan, serta Pihak-pihak yang berkeinginan untuk memberi Pemikiran dalam bentuk temuan-temuan baru yang bermanfaat bagi manusia akan semakin bergairah dan memberi dampak yang luas.
Daftar Pustaka.
Dirjen HKI, (2006), Buku panduan hak kekayaan intelektual,
Jakarta, Penerbit Kemenkunham RI
SQ, Mada, Makalah tugas hukum industri,
Jakarta, Univ Gunadarma
Sudarmanto,
(2012), KI dan HKI serta Implementasinya bagi Indonesia, Jakarta, Elex Media Komputindo
Undang-undang Perlindungan Haki,
(2007), Bandung, Citra Umbara
Wikipedia
Bahasa Indonesia (2014), http://id.wikipedia.org/wiki/Paten,
11 september 2014
Wikipedia
Bahasa Indonesia (2014), http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual,
Tanggal 11 september 2014
[2] Wikipedia Bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual, Tanggal 11 september 2014, diakses pukul 10.14WIT.
[2] Wikipedia Bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual, Tanggal 11 september 2014, diakses pukul 10.14WIT.
[3] Dirjen HKI, Buku panduan hak kekayaan intelektual, Kemenkunham RI, Jakarta , 2006,
hal 9
[4] Sudarmanto, KI dan HKI serta Implementasinya bagi Indonesia, Elex media
komputindo, Jakarta, hal 7.
[5] Loc.cit, Dirjen HKI, hal
38.
[6] UU No 14 tahun 2001, Undang-undang perlindungan HAKI, Citra
umbara, Bandung, 2007, hal 159
[7] Ibid, hal 160
[8] Wikipedia bahasa indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Paten,
Tanggal 11 september 2014, diakses pukul 10.56 WIT